Keputusan untuk tidak mengubah BI Rate diprediksi sebagai respons terhadap kondisi inflasi yang terkendali. Teuku Riefky, peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI, menunjukkan bahwa inflasi umum turun menjadi 2,84% (year-on-year/yoy) pada Mei 2024, turun dari 3% pada bulan sebelumnya. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan permintaan pasca-perayaan Idulfitri dan stabilnya harga bahan pangan akibat musim panen yang baik.
Meskipun terdepresiasinya rupiah sebesar 2,79% (month-to-month/mtm) antara pertengahan Mei dan pertengahan Juni, BI tetap diharapkan dapat menjaga stabilitasnya dengan cadangan devisa yang meningkat pada Mei 2024. Langkah-langkah intervensi oleh BI diharapkan mampu mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah ke depannya.
Dalam perdagangan kemarin, rupiah menguat ke posisi Rp16.365 per dolar AS, menunjukkan tanda-tanda stabilisasi meskipun terdapat fluktuasi dalam beberapa waktu terakhir. Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Banjaran Surya Indrastomo, memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah terhadap dolar AS mulai melandai setelah volatilitas tinggi pada pekan sebelumnya.
Secara keseluruhan, para analis ekonomi mengantisipasi bahwa keputusan BI untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,25% adalah langkah yang tepat mengingat kondisi saat ini yang membutuhkan stabilitas lebih lanjut dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal yang terus berubah. Dengan demikian, RDG hari ini akan menjadi acuan penting bagi arah kebijakan moneter ke depannya.***