Rupiah Melemah Drastis: Tercatat Sebagai Salah Satu Mata Uang Terlemah di Asia

- 19 Juni 2024, 10:03 WIB
Ilustrasi rupiah.
Ilustrasi rupiah. /Antara/Sigid Kurniawan/

PR JATIM - Rupiah, mata uang nasional Indonesia, mengalami pelemahan yang signifikan sepanjang tahun ini, menjadikannya salah satu mata uang yang paling buruk performanya di kawasan Asia. Penurunan ini mencerminkan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi berbagai tekanan internal dan eksternal.

Pada penutupan perdagangan spot hari Jumat (14/6/2024), rupiah akhirnya menembus level psikologis baru di Rp16.400 per dolar AS. Mata uang Garuda melemah hampir 1% atau lebih dari 140 poin, menyentuh angka Rp16.423 per dolar AS, menjadikannya salah satu valuta terlemah di Asia sepanjang hari tersebut.

Bank Indonesia terlihat melakukan intervensi untuk menahan pelemahan rupiah, yang membuat mata uang ini sedikit terangkat ke level Rp16.413 per dolar AS pada pukul 15:45 WIB.

Baca Juga: Rupiah Terpuruk, Akankah BI Naikkan Suku Bunga di RDG Besok?

Menurut data dari Bloomberg, rupiah telah mengalami penurunan sebesar 6,2% sepanjang tahun ini (year-to-date/ytd). Angka ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya seperti ringgit Malaysia yang hanya melemah 2,66% ytd, dan yuan China yang melemah 2,16% ytd.

Lebih lanjut, kinerja rupiah juga lebih buruk dibandingkan dengan pelemahan dong Vietnam (4,63% ytd), dolar Taiwan (4,99% ytd), dan peso Filipina (5,71% ytd). Rupiah bahkan hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan won Korea Selatan yang telah melemah sebesar 6,40% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini, serta baht Thailand yang melemah 6,81%.

Pada level Rp16.423 per dolar AS, rupiah mencatatkan level terlemahnya sejak April 2020, mendekati level terlemah sepanjang sejarah saat pandemi Covid-19 pada Rp16.575 per dolar AS. Namun, catatan ini belum termasuk kejatuhan drastis rupiah saat krisis moneter 1997-1998 yang memicu krisis ekonomi yang sangat parah.

Baca Juga: BI Peringatkan Potensi Kenaikan Inflasi Terkait Kurban Iduladha: Ini Komoditas yang Perlu Diwaspadai

Pelemahan rupiah hari ini sebagian besar dipicu oleh penguatan dolar AS yang kuat, yang mencapai 105,48 pada sore hari. Selain itu, tekanan juga datang dari aksi jual massif di pasar saham dan surat utang domestik Indonesia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tergerus hingga 6.741 poin, sementara imbal hasil surat utang naik secara dramatis mencapai 7,145% untuk tenor 10 tahun. Penjualan saham asing dari bursa Indonesia mencapai US$2,2 miliar sejak awal April, sedangkan kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun drastis menjadi Rp804,78 triliun per 12 Juni lalu.

Di pasar offshore, rupiah dalam kontrak NDF (Non-Deliverable Forward) satu bulan diperdagangkan pada level Rp16.459 per dolar AS saat pembukaan pasar Eropa. Sementara itu, kontrak NDF rupiah satu minggu mencatat penurunan ke level Rp16.438 per dolar AS.

Baca Juga: BI Jatim: Menghadapi Tantangan Global, Kondisi Makro Ekonomi Jawa Timur Tergelincir

Tekanan dramatis terhadap rupiah hari ini tidak hanya disebabkan oleh dolar AS yang kuat, tetapi juga karena kekhawatiran pasar terkait prospek fiskal Indonesia di bawah pemerintahan baru yang akan datang. Pasar dan pelaku ekonomi di Indonesia diharapkan untuk terus memonitor perkembangan ini dengan cermat untuk mengantisipasi potensi dampak lebih lanjut terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, langkah-langkah stabilisasi dan strategi yang hati-hati dari Bank Indonesia dan pemerintah menjadi semakin penting dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan kestabilan ekonomi secara keseluruhan.***

Editor: Budi W


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah